Ahmed Zaki Iskandar Ungkap Carbon Trade Jadi Potensi PAD Yang Besar Bagi Wilayah Pemilik Hutan dan Pesisir Pantai
Ketua DPD I Partai Golkar DKI Jakarta, Ahmed Zaki Iskandar menilai daerah yang memiliki topografi hutan dan pantai mempunyai potensi ekonomi yang besar.
Ketika memimpin Kabupaten Tangerang dua periode sejak 2013-2018 dan 2018-2023, Ahmed Zaki Iskandar melihat ini sebagai peluang ekonomi yang bisa jadi tambahan bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) ke depannya.
Terlebih, dewasa ini isu lingkungan mulai terangkat ke permukaan. Dunia secara global mulai bersama-sama mengantisipasi peningkatan karbon yang bisa mengakibatkan pada perubahan iklim. Salah satu solusi untuk mengatasi peningkatan karbon ini adalah dengan carbon trade, atau perdagangan karbon.
“Perdagangan karbon atau Carbon Trade merupakan langkah progresif pemerintah untuk mendukung pelestarian lingkungan sekaligus mengantisipasi perubahan iklim global. Melalui Peraturan Presiden (Perpres) 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK) menjadi landasan pembangunan infrastruktur dan kerangka pelaksanaannya,” papar Ahmed Zaki Iskandar kepada redaksi Golkarpedia pada Senin (29/01).
Lahirnya regulasi NEK sendiri merupakan respons pemerintah terhadap Pasal 6 Persetujuan Paris yang memperbolehkan para pihak memperdagangkan karbon guna menurunkan emisi.
Beberapa instrumen yang ditawarkan dalam peraturan ini, terdiri dari perdagangan karbon, pembayaran berbasis hasil, dan pajak karbon, yang telah dua kali tertunda dan diperkirakan akan diluncurkan pada tahun 2025.
“Carbon trade memang merupakan barang baru di Indonesia, tapi saya telah melihat ini sebagai potensi ekonomi bagi wilayah yang memiliki pesisir pantai dan hutan. Di Kabupaten Tangerang sendiri, terdapat potensi mangrove seluas 219 hektar. Asumsi penyerapan karbon yang bisa dicapai yakni 950 ton/hektar. Jika dikalikan luas lahan, penyerapan total mencapai 208.050 ton karbon,” dikatakan Bupati Tangerang dua periode ini.
Jika kemudian setiap ton dikenakan biaya USD 50, maka valuasi dari fungsi mangrove terhadap penyerapan karbon ini mencapai USD 10,4 juta atau jika dirupiahkan sebesar Rp. 161,2 miliar rupiah.
Ahmed Zaki Iskandar yang juga merupakan Caleg Partai Golkar DPR RI Dapil Jakarta III melihat ini sebagai potensi PAD yang besar untuk daerah apabila bisa dioptimalkan.
“Bayangkan apabila setiap daerah di Indonesia terutama di kabupaten/kota, yang memiliki potensi topografi hutan dan pesisir melakukan ini. Maka mereka bisa mendapatkan pemasukan tambahan dari carbon trade. Jakarta sendiri memiliki garis pantai yang potensial untuk ditanami mangrove,” tutur doktor ilmu pemerintahan lulusan IPDN ini.
Sayangnya, selama ini luas lahan hutan mangrove di DKI Jakarta terus terjadi penyusutan. Berdasarkan data Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi DKI Jakarta di tahun 1960 luas lahan hutan mangrove di pesisir utara Jakarta mencapai 1.140,33 hektar.
Di tahun 1982, menyusut menjadi 831,63 hektar, 2003 menyusut jadi 233 hektare, dan di tahun 2008 kembali menyusut menjadi hanya 45 hektar.
Penyusutan tersebut dilakukan secara legal oleh pemerintah saat itu. Lahan yang sebelumnya merupakan tempat menanam mangrove beralih fungsi menjadi bangunan komersil, pemukiman warga, hingga tempat rekreasi air buatan.
Oleh karenanya Ahmed Zaki Iskandar menilai perlu adanya kebijakan yang berpihak pada upaya pelestarian lingkungan di DKI Jakarta.
“Ke depan perlu ada pemimpin yang pro terhadap upaya pelestarian lingkungan di DKI Jakarta. Dengan berbagai masalahnya, bukan melulu manusianya yang perlu diurus di Jakarta, tetapi penopang kehidupannya juga perlu dikelola dengan baik. Upaya melestarikan lingkungan bagi saya merupakan bagian dari merawat kehidupan di Jakarta,” pungkas Ahmed Zaki Iskandar. {politiknesia}
Share this content: