Amankan Suara dan Antisipasi Kecurangan, Partai Golkar Terjunkan 900 Ribu Saksi TPS di Seluruh Indonesia
Mengantisipasi munculnya kecurangan pada pelaksanaan Pemilu 2024, Partai Golkar mengerahkan ratusan ribu kadernya untuk menjadi saksi di setiap TPS.
Ketua DPP Partai Golkar Dave Laksono mengatakan kurang lebih 900 ribu saksi dikerahkan di tempat pemungutan suara pada hari pencoblosan, 14 Februari 2024. “Hampir 900 ribu saksi, semua disebar di seluruh TPS,” katanya saat dikonfirmasi, Senin 12 Februari 2024.
Untuk penempatan jumlah saksi di tiap TPS kata Dave nantinya tergantung kebijakan masing-masing Dewan Perwakilan Daerah (DPD). “Untuk tiap TPS tergantung DPD, minimal satu orang tiap TPS atau lebih,” tambahnya.
Sementra itu, DPP Partai Persatuan Pembangunan Achmad Baidowi atau Awiek juga mengerahkan saksi sesuai jumlah TPS. “Kita upayakan satu TPS satu saksi,” katanya via pesan suara pada Senin 12 Februari 2024.
Untuk diketahui, KPU menetapkan 823.220 TPS pada Pemilu 2024. Jumlah tersebut terbagi menjadi 820.161 TPS dalam negeri dan 3.059 Tempat Pemungutan Suara Luar Negeri (TPSLN).
7 Kerawanan di TPS
Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menyebut ada tujuh indikator kerawanan yang paling banyak terjadi di tempat pemungutan suara (TPS) sehingga diyakini dapat memengaruhi kelancaran tahapan pencoblosan surat suara pada 14 Februari 2024.
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja menyampaikan, tujuh indikator kerawanan yang paling banyak ditemukan di TPS, yaitu terkait penggunaan hak pilih, keamanan, potensi ada kegiatan kampanye, terkait netralitas ASN, prajurit TNI dan/atau anggota Polri, logistik pemilu, lokasi TPS yang sulit dijangkau atau di daerah rawan bencana, dan/atau dekat rumah pasangan calon, dan terakhir terkait keterandalan jaringan listrik/Internet.
Hasil dari pemetaan itu, berkaca pada pelaksanaan pemungutan suara pada pemilu periode sebelumnya dan laporan dari pengawas pemilu di daerah, yaitu 125.224 TPS memiliki daftar pemilih tetap (DPT) yang tak memenuhi syarat, 119.796 TPS memiliki pemilih tambahan (DPTb), 36.236 TPS terkendala jaringan Internet, 21.947 TPS berlokasi di dekat rumah calon presiden atau calon wakil presiden dan/atau posko atau rumah tim kampanye pemilu, 18.656 TPS berpotensi kedatangan daftar pemilih khusus (DPK), dan 10.974 TPS berada di wilayah rawan bencana.
Di luar tujuh indikator itu, Bawaslu juga memetakan 14 indikator kerawanan lainnya yang juga banyak ditemukan di TPS-TPS.
Hasil pemetaan Bawaslu mengacu kepada 14 indikator kerawanan tambahan, yaitu 8.099 TPS terkendala aliran listrik, 4.862 TPS dekat lembaga pendidikan yang siswanya berpotensi punya hak pilih, 4.211 TPS sulit dijangkau, 3.875 TPS punya riwayat kasus pemberian uang dan barang selama masa kampanye dan masa tenang, 2.299 TPS punya riwayat kekerasan, dan 2.209 TPS punya riwayat kasus intimidasi terhadap penyelenggara pemilu.
Kemudian, ada 2.021 TPS yang lokasinya dekat dengan wilayah kerja pertambangan atau pabrik, 1.989 TPS punya riwayat kekurangan, kelebihan, ataupun tidak tersedia logistik saat pemungutan suara, 1.587 TPS punya riwayat keterlambatan distribusi logistik pemilu, 1.582 TPS pernah mengalami kerusakan logistik/kelengkapan pemungutan suara, 1.396 TPS punya riwayat surat suara tertukar, 1.205 TPS pernah mengalami insiden ada ASN, prajurit TNI, anggota Polri, atau perangkat desa melakukan tindakan yang menguntungkan/merugikan salah satu pasangan calon, 1.184 TPS di lokasi khusus, dan ada 1.031 TPS yang anggota KPPS-nya pernah berkampanye untuk peserta pemilu.
Di luar itu, Bawaslu juga memetakan satu potensi kerawanan yang tak cukup banyak, tetapi perlu diwaspadai, yaitu 814 TPS punya riwayat kasus menghina/menghasut di antara pemilih yang benuansa suku, ras, agama, dan antargolongan (SARA).
Ketua Bawaslu menyebut hasil pemetaan kerawanan itu belum mencakup potensi kerawanan di daerah otonomi baru (DOB) Papua dan Maluku Utara. Walaupun demikian, Bawaslu menyiapkan lima strategi untuk mencegah kerawanan tersebut.
Anggota Bawaslu RI Totok Hariyono dalam jumpa pers yang sama menyebut lima strategi Bawaslu itu di antaranya patroli pengawasan di TPS-TPS yang rawan, koordinasi dan konsolidasi dengan lembaga terkait, sosialisasi dan pendidikan politik kepada masyarakat, kolaborasi dengan pemantau pemilu dan pengawas partisipatif, dan terakhir menyediakan posko pengaduan yang dapat diakses oleh masyarakat. (sumber)
Share this content: