Koalisi KIB Memiliki Basis Ideologi Yang Kuat, Voxpol Center : Peluang Airlangga Hartarto Menang Sangat Besar!
Golkartoday | Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) hingga saat ini masih fokus mencari kandidat Calon Presiden (Capres). Dalam menentukan capres, KIB memilih pendekatan program dibanding pendekatan sosok nama capres.
Partai Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang terdiri atas Golkar, PAN, dan PPP mempunyai visi-misi koalisi yang terbingkai dalam Program Akselerasi Transformasi Ekonomi Nasional (PATEN).
Menurut Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago, hal tersebut membuat ikatan anggota KIB menjadi lebih kuat, dibanding koalisi yang direkatkan dengan basis kandidat yang dinilai lebih rapuh.
“Jadi wajar basis gampang drop-out. Basis koalisi bukan berbasiskan platform idelogi, bukan tautan programatik tapi klik koalisi soal kandidasi saja. Jadi basis koalisi ini rapuh sebetulnya,” terangnya.
Meski demikian, Pangi menilai KIB juga bertumpu pada pendekatan yang lebih transaksional dan pragmatis, serta bisa menampung semua partai. “Lem perekat koalisinya pendekatan transaksional dan pragmatis, lebih ke match all party,” tegasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif IPRC Firman Manan mengatakan bahwa awalnya KIB merupakan koalisi yang maju dengan program sebelum menentukan Capres mereka.
“KIB di awal mereka bicara platform sempat mengeluarkan manifes politik, program ekonomi (PATEN), tetapi memang kelihatannya ada pergeseran terutama, pasca deklarasi Anies, kekuatan politik itu kembali fokus mencari kandidat,” tegas Firman.
Berita Lainnya :
Koalisi Indonesia Bersatu Sepakat, Prioritaskan Airlangga Hartarto Capres 2024
Trio Ketum KIB Asyik Bahas Piala Dunia Sambil Makan Malam Bersama
Partai Golkar bergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) bersama PPP dan PAN. Golkar memiliki suara terbesar dan sampai saat ini masih sepakat mengusung Ketum Airlangga Hartarto sebagai Capres.
KIB saat ini masih membangun komunikasi tentang Capres, dan tengah menunggu kedatangan anggota baru. Firman mengatakan, dalam sebuah koalisi, partai yang memiliki suara terbesar berpeluang untuk mengajukan Calon Presiden (Capres) mereka.
“Pada akhirnya partai yang punya suara besar punya potensi lebih menentukan siapa yang menjadi Capres, hari ini misalnya Golkar tentu punya peluang,“
“Perlu dilihat apakah partai yang bergabung apakah dengan suara signifikan atau tidak. Kalau suaranya signifikan mungkin tadi, asumsi malah menambah calon baru. Tetapi kalau suara tidak signifikan, saya pikir tidak muncul nama baru,” imbuh Firman yang juga Dosen Departemen Ilmu Politik Universitas Padjadjaran ini.
Lebih lanjut Firman mengatakan, sejak 2004 mulai muncul bentuk koalisi besar. Hal ini yang tampaknya masih berlangsung sampai sekarang. Bukan cuma KIB yang membuka diri, namun juga koalisi lain seperti Gerindra-PKB. {sumber}
Share this content: