
Status SHGB Gugur, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid Tegaskan Penguasaan Hotel Sultan oleh PT Indobuildco Kini Ilegal
Polemik sengketa lahan di kawasan Gelora Bung Karno (GBK), yang melibatkan pengelola Hotel Sultan, PT Indobuildco milik Pontjo Sutowo, dan Pemerintah Republik Indonesia, mencapai titik klimaks.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengeluarkan pernyataan tegas yang secara fundamental mendefinisikan posisi hukum PT Indobuildco saat ini.
Nusron menegaskan, status Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) milik PT Indobuildco selaku pengelola Hotel Sultan di kawasan GBK sudah habis dan tidak diperpanjang oleh pemerintah sejak tahun 2023. Konsekuensinya, aktivitas yang masih berlangsung di lahan tersebut adalah tindakan melanggar hukum.
“Nah berarti saat tahun 2023 kalau dia (PT Indobuildco) masih menempati di situ, ya ilegal menempati tanah yang tidak ada sertifikatnya,” kata Nusron, saat ditemui usai acara Sarasehan Hari Agraria dan Tata Ruang Nasional 2025 di Jakarta Selatan, Kamis (6/11/2025), dikutip dari Golkarpedia.
Penegasan ini membongkar inti masalah penguasaan atas kawasan Hotel Sultan, yang merupakan Hak Pengelolaan (HPL) Kementerian Sekretariat Negara melalui Pusat Pengelolaan Komplek (PPK) GBK, dianggap tidak memiliki dasar hukum lagi.
Permohonan pembaruan SHGB PT Indobuildco sebelumnya ditolak Kantor Pertanahan Jakarta Pusat pada Desember 2023 karena tidak mengantongi rekomendasi tertulis dari Mensesneg c.q. PPK GBK sebagai pemegang HPL, sebagaimana disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan.
Gugatan Triliunan Rupiah
Merespons perintah untuk melepas penguasaan kawasan, PT Indobuildco tidak tinggal diam. Perusahaan milik Pontjo Sutowo tersebut mengajukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (Perkara Nomor 208/Pdt.G/2025/PN.Jkt.Pst) dengan tuntutan ganti rugi Rp 28,292 triliun.
Kuasa Hukum PT Indobuildco, Hamdan Zoelva, menjelaskan bahwa gugatan tersebut mencakup kerugian akibat perintah pengosongan dan kerugian akibat penutupan akses menuju hotel.
Dalam persidangan, PT Indobuildco berargumen bahwa lokasi Hotel Sultan (SHGB Nomor 26/Gelora dan HGB Nomor 27/Gelora) berada di atas tanah negara bebas, bukan di atas tanah HPL Nomor 1/Gelora. Dengan demikian, menurut Indobuildco, pembaruan HGB seharusnya tidak memerlukan rekomendasi dari pemegang HPL (Mensesneg/PPK GBK).
HPL Negara Tidak Terbantahkan
Untuk memperkuat posisi hukum pemerintah, Kementerian Sekretariat Negara dan PPK GBK menghadirkan Maria SW Sumardjono, Guru Besar Fakultas Hukum UGM dan ahli hukum agraria, dalam persidangan.
Maria memberikan keterangan ahli yang membantah argumen PT Indobuildco, bahwa tanah yang dibebaskan Pemerintah RI pada 1959-1962 untuk penyelenggaraan Asian Games IV merupakan tanah yang dikuasai penuh oleh negara.
Hak penguasaan negara tersebut secara otomatis dikonversi menjadi Hak Pengelolaan (HPL) berdasarkan Pasal 2 Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965. Penerbitan HPL 1/Gelora pada 1989 hanyalah bentuk pengadministrasian.
Maria menegaskan, apabila suatu HGB didasarkan pada izin penggunaan tanah, hal itu secara de facto menunjukkan bahwa HGB tersebut diterbitkan di atas tanah HPL.
Menanggapi kegiatan komersial yang masih berjalan, Maria menilai tindakan PT Indobuildco di atas tanah eks HGB tersebut sebagai perbuatan melawan hukum, di mana pemegang HPL berhak meminta badan usaha mengosongkan dan mengembalikan tanah serta bangunan di atasnya.
Bahkan, seluruh bangunan di atas tanah tersebut telah dicatatkan sebagai bangunan milik negara dengan prinsip kehati-hatian. {}
