SOKSI, Langkah Strategi Cegah – Tangkal Komunisme Gaya Baru

SOKSI, Langkah Strategi Cegah – Tangkal Komunisme Gaya Baru

Tulisan ini mengkaji secara historis dan strategis peran lahirnya Sentral Organisasi Karyawan Swadiri/Sosialis Indonesia (SOKSI) sebagai respons terhadap dominasi Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) yang berafiliasi dengan PKI. Kajian ini relevan dalam konteks peringatan Hari Kebangkitan Nasional, ketika semangat kebangsaan diuji kembali oleh dinamika ideologis yang terus berkembang, termasuk kebangkitan komunisme gaya baru.

Tulisan ini menggunakan pendekatan sejarah, intelijen, dan geopolitik domestik untuk menyusun refleksi strategis atas pentingnya membangkitkan kembali ketahanan ideologi di tengah masyarakat sipil, khususnya di sektor tenaga kerja.

Pendahuluan

Hari Kebangkitan Nasional bukan sekadar momentum simbolik mengenang berdirinya Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908, tetapi juga panggilan untuk membangkitkan kembali daya tahan bangsa terhadap segala bentuk ancaman terhadap ideologi negara, Pancasila.

Dalam konteks sejarah Indonesia modern, pertarungan ideologi antara nasionalisme dan komunisme adalah salah satu dinamika besar yang menguji fondasi republik ini. Salah satu babak penting dalam sejarah tersebut adalah lahirnya SOKSI sebagai langkah strategis dalam membendung infiltrasi SOBSI dan PKI di sektor ketenagakerjaan.

SOBSI: Instrumen Strategis PKI

SOBSI sejak awal merupakan alat perpanjangan dari PKI dalam rangka merebut hegemoni politik melalui jalur organisasi buruh. SOBSI tidak hanya mengorganisasi buruh untuk memperjuangkan hak-hak ekonomi, tetapi juga mengarahkan mereka untuk mendukung program-program revolusioner PKI. Dengan pengaruh besar di sektor pelabuhan, pertambangan, hingga distribusi logistik, SOBSI menjadi organ taktis PKI yang sangat efektif.

SOKSI: Antitesis Ideologis dan Strategi Kontra Infiltrasi

Lahirnya SOKSI pada 20 Mei 1960 tidak dapat dilepaskan dari konteks tersebut. Sebagai organisasi karyawan berbasis Sosialis, SOKSI didirikan oleh Ahmad Yani dan Suhardiman serta aktifis anti komunisme saat itu dengan misi strategis: melindungi buruh dan karyawan dari pengaruh ideologi komunis, serta menanamkan nilai-nilai Pancasila sebagai landasan berpikir dan bertindak.

See also  Ketua Depinas SOKSI, Dina Hidayana Sebut Perempuan Bak 2 Sisi Koin: Kadang Lembut Kadang Kuat Luar Biasa

SOKSI dengan cepat menjelma menjadi basis kontra infiltrasi ideologi komunis di sektor tenaga kerja. Ia tidak hanya membentuk organisasi, tetapi juga menjalankan fungsi edukatif, advokatif, dan bahkan intelijen sosial dalam rangka menjaga sektor-sektor vital dari sabotase ideologis dan tindakan subversif.

Pendekatan Intelijen dalam Penanganan Infiltrasi Ideologis

Dalam praktiknya, upaya cegah tangkal terhadap SOBSI dan PKI tidak hanya dilakukan oleh militer secara terbuka, tetapi juga melalui pendekatan proxy dan civic intelligence. SOKSI dalam hal ini memainkan peran ganda:

1. Menjadi watchdog terhadap gerakan buruh radikal;
2. Menyediakan kanal alternatif bagi buruh nasionalis;
3. Menjadi early warning system terhadap aktivitas agitasi dan sabotase.

Pola ini sejatinya merupakan bentuk dari nonkinetic counter insurgency atau kontra pemberontakan tanpa senjata, yang mengandalkan struktur sipil, pengorganisasian massa, dan perang opini.

Kebangkitan Komunisme Gaya Baru: Sebuah Ancaman Ideologis Tersembunyi

Setelah jatuhnya Orde Lama dan PKI dinyatakan terlarang, banyak pihak menganggap bahwa komunisme telah berakhir di Indonesia. Namun dalam dua dekade terakhir, muncul pola pola baru dari infiltrasi ideologi kiri dalam bentuk yang lebih cair: melalui narasi hak asasi manusia, lingkungan hidup, feminisme radikal, dan gerakan digitalisasi kelas pekerja. Inilah yang disebut sebagai komunisme gaya baru.

Komunisme gaya baru tidak lagi hadir dengan simbol palu-arit, tetapi hadir sebagai pola pikir yang meradikalisasi ketidakpuasan, memanipulasi ruang demokrasi, dan menanamkan prasangka terhadap Pancasila, TNI, dan institusi negara lainnya.

Refleksi Strategis: Urgensi Revitalisasi SOKSI dan Organisasi Sejenis

Dalam menghadapi situasi tersebut, penting untuk mengambil pelajaran dari sejarah. Revitalisasi organisasi seperti SOKSI bukan dalam bentuk fisik semata, tetapi juga dalam bentuk penyadaran ideologis, pemberdayaan buruh nasionalis, dan rekonstruksi sistem pertahanan ideologis sipil. Upaya cegah-tangkal tidak boleh bergantung pada negara semata, tetapi harus menjadi gerakan akar rumput.

See also  Depinas SOKSI Matangkan Persiapan Rapimnas I dan Munas XII Mei 2025

Kesimpulan

Memperingati Hari Kebangkitan Nasional bukan sekadar mengenang sejarah, tetapi juga menyusun langkah strategis bagi masa depan. Dalam menghadapi kebangkitan komunisme gaya baru, bangsa ini tidak boleh lengah. Kita harus belajar dari sejarah pembentukan SOKSI sebagai strategi menghadapi infiltrasi ideologis. Pancasila tidak akan bertahan hanya dengan retorika — ia harus dibela, dihidupi, dan dijadikan prinsip gerakan sosial. Semangat kebangkitan nasional adalah semangat membela bangsa, menjaga akar ideologi, dan membentengi rakyat dari propaganda yang menggerus jati diri Indonesia.

Hikmat Subiadinata, Aktivis dan Pegiat Media {politiknesia}

TAGS
Share This